Penjelasan Ilmiah Tentang Bau Luar Angkasa yang Sering Diceritakan Astronot
Pernahkah kamu penasaran dengan seperti apa bau luar angkasa? Walaupun terdengar aneh, banyak astronot yang kembali dari misi luar angkasa sering mendeskripsikan bau yang tidak biasa—seperti daging yang terbakar, logam panas, atau bahkan bubuk mesiu. Tapi bagaimana mungkin ruang hampa seperti luar angkasa bisa memiliki bau? Sebelum menjawabnya, kita perlu memahami bahwa luar angkasa adalah ruang dengan hampir tidak ada partikel, yang berarti tidak ada medium untuk menghantarkan bau seperti di Bumi. “Menurut Ofek Birnholtz, astrofisikawan dari Universitas Bar-Ilan, Israel, ‘Tidak ada yang dapat mencium bau luar angkasa secara langsung dan tetap bertahan hidup untuk menceritakannya.'”Namun, para astronot memiliki cerita yang berbeda. Setelah mereka kembali dari misi di luar stasiun luar angkasa dan melepaskan helm mereka, banyak yang mencium aroma unik yang menempel di pakaian luar angkasa atau di dalam airlock—ruang penghubung antara dalam dan luar stasiun.“Bau luar angkasa benar-benar berbeda dari bau apapun yang pernah saya rasakan sebelumnya,” ujar astronaut NASA Dominic “Tony” Antonelli setelah melakukan spacewalk pada 2009.Deskripsi bau ini pun cukup konsisten di antara astronot. Steve Pearce, seorang ahli biokimia dan CEO Omega Ingredients, mengumpulkan berbagai deskripsi dari astronot dan menyimpulkan bahwa bau luar angkasa sering kali dibandingkan dengan logam panas, daging terbakar, kue gosong, bubuk mesiu, dan bahkan asap las.Astronot lain, seperti Thomas Jones, menyebut bau luar angkasa mirip dengan ozon. Sementara itu, Don Pettit menuliskan di blog NASA bahwa bau luar angkasa terkesan “metalik, sedikit manis, dan mengingatkannya pada bau asap las yang ia cium saat bekerja di musim panas semasa kuliah.” “Bau itu cukup menyenangkan, manis dan logam, seperti saat saya menggunakan las busur untuk memperbaiki alat berat,” kata Pettit.
Walaupun luar angkasa adalah ruang hampa, itu tidak berarti sepenuhnya kosong. “Sebetulnya, kita sedang membicarakan ruang yang masih mengandung beberapa partikel,” jelas Miranda Nelson, pengendali misi spacewalk NASA. Ada berbagai teori yang mencoba mengungkapkan asal-usul bau luar angkasa.Salah satunya terkait dengan oksigen atomik. Ketika sinar ultraviolet dari Matahari memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom-atom tunggal, oksigen ini dapat bereaksi dengan permukaan pakaian luar angkasa atau dinding airlock, menghasilkan senyawa seperti ozon yang memiliki bau khas. Namun, ada teori menarik lainnya. “Bau tersebut mungkin berasal dari ledakan bintang—bintang yang sedang sekarat,” kata Nelson.Ledakan tersebut menghasilkan senyawa aromatik bernama polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH), yang juga ditemukan dalam batu bara, makanan panggang, dan minyak. Namun, hingga kini, belum ada penelitian resmi yang membuktikan teori-teori ini, dan semuanya masih berupa spekulasi berdasarkan pengalaman astronot.
Menariknya, untuk mempersiapkan astronot menghadapi pengalaman tersebut, NASA pada 2008 meminta Steve Pearce untuk menciptakan aroma yang mirip dengan bau luar angkasa. Tujuannya adalah supaya astronot tidak terkejut saat mencium bau tersebut di luar angkasa. Pearce sendiri tidak pernah ke luar angkasa atau mencium bau langsung dari baju luar angkasa. Ia hanya menggabungkan deskripsi para astronot dengan pengetahuannya tentang bahan aroma untuk menghasilkan wewangian yang serupa. Dari eksperimen ini, Pearce berhasil menciptakan parfum yang dinamakan Eau de Space, yang diluncurkan pada 2020 dan langsung menjadi bestseller.“Namun, sejujurnya, hanya sedikit orang yang benar-benar pernah mencium bau luar angkasa dan dapat menilai sejauh mana aroma ini mencerminkan kenyataan,” ujar Pearce. Meskipun kita tidak bisa mencium luar angkasa secara langsung tanpa risiko besar, cerita para astronot memberi gambaran menarik tentang dunia di luar Bumi. Bau logam, asap, dan senyawa kimia yang terbentuk akibat reaksi ekstrem di luar atmosfer menambah rasa misterius luar angkasa—bukan hanya dari segi visual, tetapi juga aromanya.