Inovasi Kultur Jaringan: Solusi APRIL Group untuk Hutan Berkelanjutan
Pengelolaan hutan produksi yang berkelanjutan menjadi elemen kunci dalam menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus mendukung manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Salah satu inovasi yang diterapkan dalam sektor kehutanan adalah teknologi kultur jaringan atau tissue culture, sebuah metode perbanyakan tanaman dengan memanfaatkan sel atau jaringan dalam kondisi laboratorium. Teknik ini memungkinkan pengembangbiakan tanaman dengan kualitas unggul, bebas penyakit, serta memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. Berdasarkan laporan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA), teknologi kultur jaringan memiliki potensi besar bagi negara berkembang, termasuk dalam sektor kehutanan untuk meningkatkan efisiensi produksi bibit serta menjaga keberagaman genetik tanaman.
Di Pangkalan Kerinci, Riau, APRIL Group mengoperasikan Kerinci Tissue Culture Lab (KTC), laboratorium kultur jaringan seluas 3.200 meter persegi yang berperan dalam pengembangan bibit eucalyptus dan Acacia crassicarpa. Dengan kapasitas produksi awal sekitar 36 juta bibit per tahun, optimalisasi yang dilakukan memungkinkan peningkatan produksi hingga 50 juta bibit per tahun. Pencapaian ini mendukung kebutuhan hutan tanaman industri (HTI) APRIL, yang setiap tahunnya memerlukan lebih dari 200 juta bibit. Pada 2023, APRIL Group mencatat sejarah dengan memperkenalkan HTI hasil kloning pertama di dunia menggunakan Acacia crassicarpa. Teknologi ini memberikan manfaat signifikan dalam menghasilkan pohon yang lebih tahan hama, cepat tumbuh, dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.
Sebagai bagian dari komitmen APRIL2030, perusahaan menargetkan peningkatan 50 persen produktivitas serat HTI pada 2030. Per Desember 2023, produktivitas telah meningkat menjadi 22,4 ton per hektare per tahun, naik 10 persen dibandingkan 2019. APRIL juga mengedepankan pendekatan produksi-proteksi, di mana mereka mengonservasi hutan alam seluas area yang digunakan untuk HTI. Langkah ini selaras dengan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0, yang bertujuan untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dan pelestarian lingkungan.