Dampak Negatif Penyalahgunaan AI terhadap Kesenjangan Gender

Kemajuan dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) berpotensi memperburuk kesenjangan gender jika tidak dikelola dengan hati-hati. Hal ini disampaikan oleh Ulziisuren Jamsran, perwakilan negara dan penghubung untuk ASEAN dari UN Women, dalam sebuah webinar pada Sabtu (15/3/2025). Ia mengungkapkan, meskipun perempuan di berbagai negara, termasuk Indonesia, semakin terhubung dengan internet, hanya 20 persen dari perempuan di negara berpendapatan rendah yang dapat mengakses layanan online.

Ulziisuren menambahkan bahwa penyalahgunaan AI dapat memperburuk masalah bias sosial yang belum terselesaikan. Teknologi pengenalan wajah dan suara, misalnya, sering kali keliru dalam mengidentifikasi perempuan. Selain itu, AI dan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dapat turut memperburuk penyebaran misinformasi dan bahkan meningkatkan kekerasan berbasis gender. “Semua hal ini mengancam persatuan sosial dan stabilitas. Namun, di sisi lain, AI memiliki potensi besar untuk memperdayakan perempuan dan mendorong kesetaraan gender,” ujarnya.

Untuk memastikan AI yang lebih inklusif dan etis, UN Women berkomitmen untuk mendorong pengembangan sistem AI yang lebih responsif terhadap gender. Ulziisuren juga mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam menciptakan tata kelola AI yang beretika sebagai norma baru. “Ada banyak yang harus kita lakukan bersama. Kita harus memastikan bahwa AI tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga inklusif, aman, dan dapat dipercaya,” kata dia.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Meutya Hafid, menyatakan komitmen pemerintah untuk mendorong partisipasi perempuan dalam ekosistem AI guna menciptakan solusi yang lebih beragam dan menghindari reproduksi bias di masyarakat. “Saat ini, data menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pengembangan dan kepemimpinan AI masih sangat minim,” ungkap Meutya.

Meutya juga menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa AI tidak memperburuk bias yang sudah ada di masyarakat. Untuk itu, pemerintah berencana memperkuat kolaborasi dengan akademisi, pelaku industri, dan organisasi internasional guna memberikan akses yang setara bagi perempuan di sektor AI.

Dia juga mengingatkan akan tantangan yang ditimbulkan oleh adopsi AI terhadap pekerja perempuan. Otomatisasi yang didorong oleh AI dapat mengancam pekerjaan yang selama ini didominasi oleh perempuan. Oleh karena itu, Meutya menekankan pentingnya membangun ekosistem AI yang tidak hanya canggih tetapi juga beretika, inklusif, dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Pemerintah, menurut Meutya, juga telah mengambil langkah-langkah untuk mendukung transformasi digital yang beretika, termasuk dengan menerbitkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dan Surat Edaran Etika AI yang menekankan prinsip transparansi, inklusivitas, dan non-diskriminasi dalam pengembangan AI. Selain itu, pemerintah terus mengembangkan infrastruktur digital dan meningkatkan literasi AI, dengan fokus pada pemberdayaan perempuan dan kelompok rentan agar mereka tidak tertinggal dalam era otomatisasi ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *