Bioteknologi Benih: Kunci Inovatif Mengatasi Krisis Pangan di Indonesia
Jakarta – Di tengah ancaman krisis pangan global, bioteknologi benih menjadi salah satu solusi inovatif yang menjanjikan untuk mengatasi tantangan tersebut. Penerapan teknologi ini semakin mendesak, mengingat dampak serius perubahan iklim terhadap produksi pangan yang semakin nyata.
Menurut data terbaru, produksi beras nasional dari Januari hingga April 2024 mengalami penurunan signifikan sebesar 17,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, turun dari 22,55 juta ton menjadi 18,55 juta ton. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan ketahanan pangan di masa depan.
Krisis Pangan dan Peran Bioteknologi
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengungkapkan bahwa tanpa adanya intervensi teknologi, krisis pangan akan semakin memburuk. “Jika kita terus menggunakan metode konvensional, kita proyeksikan produksi beras akan turun 20 persen pada tahun 2050, sementara harga akan meningkat hingga 20 persen,” jelas Bayu.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga menyoroti pentingnya bioteknologi dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan. Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas, Yusra Egayanti, menegaskan bahwa pemanfaatan benih produk rekayasa genetika (PRG) merupakan salah satu solusi efektif. Dengan proyeksi populasi Indonesia yang mencapai 324 juta jiwa pada 2045, kebutuhan bahan pangan yang lebih besar harus diimbangi dengan inovasi teknologi.
Inisiatif dan Implementasi Bioteknologi di Indonesia
Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Ismariny, menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Program-program seperti peningkatan produksi, diversifikasi pangan, dan penggunaan teknologi canggih, termasuk bioteknologi benih, menjadi fokus utama.
Kepala PPVTPP, Leli Nuryati, menambahkan bahwa pihaknya telah melepaskan sepuluh varietas tanaman PRG, termasuk jagung, kentang, dan tebu. “Kami selalu memastikan proses pelepasan varietas benih PRG dilakukan dengan kehati-hatian yang ketat. Benih ini sangat dinantikan oleh petani karena kemampuannya yang unggul,” ujar Leli.
Manfaat Bioteknologi bagi Petani
Bioteknologi benih tidak hanya menjanjikan peningkatan hasil panen, tetapi juga membantu petani meminimalisir kerugian akibat hama dan kondisi lingkungan ekstrem. Agustine Christela Melviana, Biotechnology and Seed Manager di CropLife Indonesia, mengungkapkan bahwa benih bioteknologi dapat menekan potensi kehilangan hasil pertanian hingga 10 persen, memberikan dorongan signifikan dalam produksi.
Namun, pengembangan benih bioteknologi di Indonesia mengalami keterlambatan dibandingkan negara lain. Proses perizinan dan komersialisasi yang memakan waktu sekitar 15 tahun menjadi tantangan besar. Direktur Eksekutif CropLife Indonesia, Agung Kurniawan, menyoroti keberhasilan negara-negara Asia seperti Vietnam dan Filipina yang telah mengadopsi teknologi ini dengan hasil yang signifikan, yaitu peningkatan produksi hingga 30 persen.
Harapan untuk Masa Depan
Para ahli berharap bahwa sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan petani akan mempercepat pengembangan dan penerapan benih bioteknologi di Indonesia. “Kami berharap, dengan kerjasama ini, petani Indonesia dapat merasakan manfaat yang sama seperti di negara-negara lain dan meningkatkan ketahanan pangan nasional,” pungkas Agung.
Dengan adopsi teknologi yang tepat, diharapkan Indonesia dapat menghadapi krisis pangan dengan lebih siap dan meningkatkan kesejahteraan petani di masa depan.