Amerika Terkesima dengan Kemajuan Teknologi AI China
Sebuah laboratorium kecerdasan buatan (AI) yang kurang dikenal di China baru-baru ini mengejutkan dunia teknologi, khususnya Silicon Valley, dengan peluncuran model AI yang diklaim mampu mengalahkan yang terbaik yang dimiliki Amerika. Laboratorium bernama DeepSeek ini merilis model bahasa besar (large language model) sumber terbuka pada akhir Desember 2025, yang mampu bersaing dengan model-model terkemuka, meskipun dibangun dengan biaya jauh lebih rendah dan menggunakan chip yang kurang canggih.
Menurut laporan, DeepSeek hanya membutuhkan waktu dua bulan dan dana kurang dari USD 6 juta untuk menciptakan model tersebut, menggunakan chip Nvidia jenis H800 yang memiliki kemampuan lebih rendah dibandingkan chip canggih seperti H100 yang digunakan oleh perusahaan teknologi besar di AS. Keberhasilan ini memicu kekhawatiran di kalangan para ahli teknologi, terutama mengenai apakah dominasi Amerika dalam bidang kecerdasan buatan kini mulai berkurang.
Model buatan DeepSeek berhasil unggul dalam sejumlah uji coba pihak ketiga, menunjukkan performa lebih baik daripada beberapa model AI paling terkenal, seperti Llama 3.1 dari Meta, GPT-4 dari OpenAI, dan Claude Sonnet 3.5 milik Anthropic. Bahkan dalam pengujian-pengujian yang melibatkan pemecahan masalah kompleks, matematika, dan pengkodean, DeepSeek berhasil meraih akurasi yang lebih tinggi. DeepSeek juga meluncurkan model lainnya, yaitu r1, yang dalam banyak pengujian terbukti lebih unggul dibandingkan dengan model o1 terbaru dari OpenAI.
Pernyataan dari Satya Nadella, CEO Microsoft, pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Switzerland, menambahkan keprihatinan global tentang perkembangan ini. Nadella mengaku sangat terkesan dengan kemampuan DeepSeek dalam menciptakan model sumber terbuka yang efisien dalam penggunaan komputasi. Ia mengingatkan bahwa Amerika harus benar-benar menanggapi serius kemajuan pesat yang dicapai China dalam kecerdasan buatan.
Yang lebih mengejutkan lagi, meskipun terhambat oleh pembatasan semikonduktor ketat yang diberlakukan oleh pemerintah AS terhadap China, yang menghalangi negara tersebut untuk mengakses chip paling canggih seperti Nvidia H100, DeepSeek berhasil mengatasi tantangan tersebut. Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana DeepSeek dapat “mengakali” aturan yang ada dan tetap menciptakan model yang kompetitif.
Meskipun DeepSeek masih belum banyak diketahui publik, dan informasi mengenai pendirinya, Liang WenFeng, terbilang terbatas, DeepSeek bukanlah satu-satunya perusahaan di China yang membuat terobosan dalam bidang AI. Kai-Fu Lee, seorang peneliti AI ternama, mengungkapkan bahwa perusahaan rintisan yang dia pimpin, 01.ai, berhasil dilatih hanya dengan dana sebesar USD 3 juta. Perusahaan induk dari TikTok, ByteDance, juga baru-baru ini merilis pembaruan untuk model AI mereka yang diklaim dapat mengungguli OpenAI dalam pengujian tertentu.
CEO dari Perplexity, Aravind Srinivas, menyatakan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari kebutuhan untuk mencari solusi yang lebih efisien. “Kebutuhan adalah ibu dari penemuan. Karena mereka harus mencari solusi, mereka akhirnya membangun sesuatu yang jauh lebih efisien,” kata Srinivas, menambahkan bahwa tantangan besar ini justru mendorong inovasi yang lebih cepat dan lebih efisien.
Perkembangan pesat dalam dunia AI ini menunjukkan bahwa persaingan global semakin ketat, dan negara-negara seperti China kini mampu mengejar ketertinggalan dengan cara yang tak terduga. Bagi Silicon Valley dan para pemain besar di industri teknologi, ini adalah peringatan bahwa dominasi mereka di sektor AI mungkin tidak akan berlangsung lama jika mereka tidak mengantisipasi dan merespon lebih cepat terhadap perkembangan yang ada.